JAKARTA.MHL– Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah menyelidiki aliran uang suap yang diduga diterima oleh Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Ghani Kasuba (AGK) terkait kasus dugaan suap dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara.
Pemeriksaan dilakukan terhadap beberapa pihak, termasuk putra AGK, M. Thoriq Kasuba, Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara Muhaimin Syarif, PNS Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Maluku Utara Arafat Talaba, dan mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara Elang Kusnandar Prijadikusuma.
“Para saksi diperiksa terkait penggunaan sejumlah uang dari para kontraktor yang diduga diberikan kepada Tersangka AGK,” ungkap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (21/02/2024).
Ali menambahkan bahwa temuan lebih lanjut dari pemeriksaan tersebut belum dapat diungkapkan lebih lanjut.
Sebelumnya, KPK menetapkan AGK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemprov Maluku Utara. Penahanan AGK dan lima tersangka lainnya dilakukan pada 20 Desember 2023.
Para tersangka lainnya termasuk Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).
Kasus ini bermula dari pengadaan barang dan jasa di Pemprov Maluku Utara yang menggunakan anggaran dari APBD. AGK, selaku Gubernur, diduga turut serta dalam menentukan pemenang lelang proyek.
Untuk memuluskan rencananya, AGK memerintahkan AH, DI, dan RA untuk melaporkan proyek-proyek yang akan dilaksanakan. Besar anggaran proyek infrastruktur mencapai lebih dari Rp500 miliar, termasuk pembangunan jalan dan jembatan.
AGK juga diduga menentukan besaran setoran dari para kontraktor dan meminta agar progres pekerjaan dipalsukan agar anggaran bisa dicairkan lebih cepat.
Beberapa kontraktor, seperti ST dan KW, diduga memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk memuluskan izin pembangunan jalan oleh perusahaan mereka.
Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun melalui rekening atas nama pihak lain atau pihak swasta, dengan bukti awal sekitar Rp2,2 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi AGK.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan AGK, RI, dan RA dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Red)